NAMA :
HARDIYANTI PUJI HASTUTI
NPM : 23212305
KELAS : 1EB17
MULTI NATIONAL CORPORATION (MNC)
Dalam
tahun-tahun belakangan ini, sejumlah isu-isu ekonomi-politik banyak dikemukakan
secara lebih retorik berkenaan dengan hubungan antara negara dengan sebutan Multinational Corporation (MNC) ataupun Transnational Corporation (TNC), atau di
Indonesia dikenal umum dengan nama Perusahaan
Multi Nasional (PMN).
Perdebatan
besar antara pihak yang menolak dan menerima atau yang mempertahankan kehadiran
MNC di negara-negara berkembang telah menghasilkan berbagai persetujuan,
masukan konsep-konsep baru dan bahkan teori-teori pembangunan ekonomi yang
diperkirakan cukup relevan dengan kondisi sebagian besar negara-negara dunia
ketiga tersebut.
Dalam studi
ekonomi politik, MNC merupakan topik bahasan yang cukup sentral karena ia
merupakan subjek khusus sebagai pelaku maupun sekaligus sebagai objek sasaran
pelaku atau kajian pokok. Selain itu juga, isu mengenai MNC, melibatkan
sejumlah perbincangan di negara-negara maju dan negara-negara berkembang satu
sama lain telah merebak menjadi isu internasional, baik yang pro maupun yang
kontra khasnya dalam interaksi menyangkut hubungan masing-masing Utara-Selatan.
Dalam konteks studi ekonomi politik, MNC dapat dikategorikan sebagai subjek
aktor bukan negara (non state actors)
yang memiliki peran yang sangat luas dalam pola hubungan antar negara saat ini.
Isu MNC juga
cukup menyita perhatian para pakar ekonomi politik, karena tingkah lakunya yang
biversi sebagai subjek maupun sebagai
objek yang sering kali menimbulkan kontroversi sehingga menimbulkan beberapa
hal yang unik dan bahkan perubahan dalam tatanan internasional khususnya ketika
berlangsung sama ofensif damai hubungan Timur-Barat yang berlaku secara global.
Richard Mansbach dalam karyanya The Web
of World Politics: Non State Actors in Global System (1976); yang banyak
membahas masalah-masalah MNC baik sebagai objek maupun sebagai objek, salah
seorang pakar yang menjadi pemerhati masalah-masalah politik internasional,
mengemukakan suatu asumsi menyangkut beberapa aspek penting dari realitas
perubahan tatanan internasional yang dalam prinsip-prinsipnya dapat
dipandangkan kedalam dua perspektif :
1.
Pertama, perspektif sistemik, diantaranya adalah:
- The primacy of economic and human pursuit yakni telah surutnya perhatian orang kepada isu-isu politik dan keamanan, sebagai akibat meluasnya perhatian terhadap perkembangan lingkungan ekonomi, seperti: tidak berfungsinya sistem moneter yang dikenal dengan nama Bretton Wood System, kelangkaan sumber daya alam dan manusia, fluktuasi harga minyak dan gas yang selalu berubah secara tajam, konflik Utara-Selatan, serta tuntutan terhadap Tata Ekonomi Dunia Baru (TEDB).
- Specifistry of Power, yakni perubahan-perubahan dalam sistem internasional ( sebagaimana pernah dialami pada masa lampau seperti menurunnya kekuatan Amerika Serikat, detente, pluralisme internasional (solidaritas dunia ketiga) yang berasal dari hakekat perubahan power dalam konteks tumbuhnya inter-dependensi (saling ketergantungan) internasioal dan kepentingan yang melengkapi.
- Inter-relations domestic and international politics, yakni sistem internasional kontemporer yang ditandai dengan perkembangan inter-relasi dan inter-dependensi antara politik domestik dan politik internasional.
- Kedua, Perspektif unit, diantaranya adalah:
- State ness as variable, yakni suatu pemikiran dari kaum tradisional tentang negara (uniform dan unitarism) tidak dapat dibenarkan lagi secara empirik. Sistem internasional diyakini sebagai telah bertengger diantara tertib dan anarki dan menghendaki penentuan atas aspek perubahan dan karakternya. Dengan demikian, atribut negara telah tidak relevan lagi.
- Significance of non-state actors, bahwa arena internasional diisi oleh beberapa aktor. Interaksi dari aktor-aktor sub nasional telah dapat melampaui batas-batas negara melalui bentuk-bentuk pengambilan keputusan internasional dan koordinasi atas aktifitas-aktifitas yang melintasi batas-batas negara baik bilateral maupun multilateral.
Sehubungan
dengan hal tersebut, realitas-realitas perubahan telah membuat para pakar
ekonomi politik da khasnya studi hubungan internasional melakukan kritik-kritik
dan telaahan baru yang memulainya dari asumsi tentang fakta yang tidak sesuai
atau tidak relevan lagi dengan apa yang disebut paham realis berupa paradigma
dan diduga akan terjadi bentuk anomali. Artinya adalah bahwa
pemahaman-pemahaman yang bersifat global dalam interaksi dunia. Ini akan
membuat mereka mengusulkan suatu pandangan baru yang disebut globalisme.
Anggapan dasar utama dalam pandangan ini berangkat dari keyakinan telah
berkurangnya peranan negara sebagai aktor dalam poltik dunia dan justru terjadi
peningkatan peranan aktor bukan negara.
Ide
globalisasi yang berkembang menjadi pemikiran transnasionalisme kemudian
menjadi dasar bagi pemahaman-pemahaman orang mengenai MNC, ini banyak
dipengaruhi oleh pemikiran Robert Keohane, Joseph S Nye, Richard Mansbach,
Raymond Hopkind, dan lain-lain.
PENGERTIAN
DAN DEFINISI MNC/PMN
Perusahaan
Multi Nasional (PMN) sesungguhnya belum memiliki definisi yang baku, dalam arti
belum ada suatu kesatuan pandang dari para penstudinya, PMN sering kali
diterjemahkan dari Multi National
Corporation (MNC) ataupun Transnational
Corporation (TNC), kadang-kadang konotasi kedua istilah tersebut dianggap
memiliki pengertian yang sama, tetapi banyak pula pakar ekonomi politik yang
berusaha membedakan masing-masing. MNC mengandung pengertian suatu perusahaan yang bergerak atau
beroperasi di luar negerinya sendiri dengan saham yang terdiri dari beberapa
negara (Lebih dari satu negara), sedangkan TNC pengertiannya adalah lebih
luas dari pada hanya sekedar suatu perusahaan sebagaimana pengertian MNC.
Luasnya arti TNC karena dilihat daripada aktifitasnya, besarnya operasi modal
di luar negeri yang mencakup banyak negara dan memiliki manajemen yang bersifat
komprehensif atau menjangkau skala perdagangan dan industri global.
Dr.
Sumantoro dalam tulisannya mengenai MNC/TNC memandang PMN dari berbagai aspek.
Dari segi politik, fokus sentral kepada PMN sebagai subjek dalam hubungan
internasional, terkait dengan kekuatan politiknya di tingkat nasional dan
internasional, serta pola manajemennya yang terpusat sehinnga membawa pengaruh
pada penguasaan informasi sebagai kekuatan politik, pun kekuatan ekonomi bagi
perusahaan tersebut terhadap pihak yang dihadapinya. Dari segi hukum, fokus
sentralnya terletak pada PMN sebagai badan hukum yang dapat merupakan cabang,
usaha patungan atau perusahaan yang dimiliki umum (public company). Juga struktur pemilikan usaha, anggaran dasar
perusahaan, bentuk hukum pengelolaannya serta penyelesaiannya jika ada sengketa
hukum. Hal yang terakhir ini juga terkait dengan masalah yuridiksi hukum negara
penerima modal. Dari segi ekonomi, fokus sentralnya pada aspek-aspek faktor
produksi, modal keahlian manajemen dan keahlian teknologi, serta
praktek-praktek usaha yang terkait dengan persaingan, besranya pasar, monopoli,
dan sebagainya.
Pandangan
seperti itu pada dasarnya mengambil sejumlah definisi yang dikemukakan oleh
beberapa pakar hukum seperti: Clive Schmithoff, definisi yang dikemukakan oleh
kalangan PBB /Group of Eminet Persons, kalangan OECD, dan Dr. Ignaz.S.
Hohenveldern. Dari sejumlah definisi yang beraneka ragam itu, pada prinsipnya
Sumantoro mengajukan isu yang menjadi pusat perhatiannya dari masalah-masalah
PMN, khususnya di negara-negara penerima modal yang dipahami sebagai:
- Perusahaan cabang, yang merupakan cabang yang tidak terpisahkan dengan PMN induknya.
- Perusahaan pemilikan subordinari, yang merupakan anak perusahaan yang berbadan hukum sendiri. Saham perusahaan ini sepenuhnya dimiliki oleh perusahaan induk.
- Perusahaan patungan (joint venture) merupakan perusahaan yang saham-sahamnya dimiliki oleh dua atau lebih perusahaan sebagai partner.
- Perusahaan yang berkedudukan lokal dan sebagian sahamnya dipegang oleh masyarakat (perusahaan yang go public atau public company). Bentuk lainnya yang pembentukannya didasrkan pada ketentuan perundangan yang ada, seperti bidang perbankan, pertambangan minyak dan gas bumi dan perdagangan atau jasa lainnya.
Sementara
itu ada beberapa definisi lain yang dikemukakan oleh penulis-penulis ekonomi
politik, diantaranya adalah Stephen Gilland dan David Law. Sedangkan dari
beberapa pandangan lainnya tentang pengertian, definisi, dan istilah yang
digunakan umum bagi PMN ini banyak disebut-sebut sebagai: direct invesment, international bussiness, the international firm, the
international corporated group, the multinational enterprise, la grande
enterprise plurinationale, la gan unite plurinationale dan the US corporate
monster, serta sejumlah nama lain untuk menyebut hal serupa. Sementara itu,
apabila mengambil pemahaman menurut penggolongannya. Prof. John Dunning,
memberikan beberapa kriteria membedakan PMN atas empat bentuk, yaitu:
- Multinational Producting Enterprise (MPE), yakni perusahaan yang memiliki dan mengontrol berbagai fasilitas produksi lebih dari satu negara.
- Multinational Trade Enterprise (MTE), yaitu semata-mata bergerak dalam bidang perdagangan dengan menjual barang yang diproduksi di dalam negeri, langsung kepada badan usaha atau orang di negeri lain.
- Multinational Internationally owned enterprise (MOE).
- Mutinational (Financial) controlled enterprise (MCE); sebagaimana MOE, MCE yang diawasi oleh lebih dari satu negara.
Menurut
penggolongan yang dilakukan oleh Dunning ini, sebagian besar perusahaan raksasa
yang tergolong sebagai MOE seperti contohnya pada PMN Unilever, Royal Dutch/Shell, dan lain-lain. Dan apabila melihat
kepada pengertian dari definisi yang diajukan oleh Sanjaya Lall ataupun Paul
Streeten yang pada prinsipnya menekankan masalah-masalah PMN dalam perspektif
ekonomis, organisasional dan motivasional. Pemahaman secara ekonomis adalah
memberi penekanan kepada segi ukuran, penyebaran geografis dan tingkat
keterlibatannya di luar negeri. Dari sini kemudian diperoleh suatu pengertian
umum mengenai PMN yang berbeda dengan:
- Perusahaan besar domestik yang sedikit melakukan investasi di luar negeri.
- Perusahaan domestik yang mungkin melakukan investasi di luar negeri tetapi dalam unit ekonomi yang lebih kecil.
- Perusahaan besar yang melakukan investasi di luar negeri tetapi hanya di satu atau dua negara saja.
- Investor besar portofolio yang tidak berusaha mengontrol investasinya dan mengambil resiko kewiraswastaan.
Uraian
ringkas mengenai perkembangan transnasional proses pertumbuhan PMN/
transnasional mulai tampak sejak lahirnya revolusi industri di Inggris dan
kemudian berkembang melalui proses pentahapan lebih lanjut daripada kapitalisme
modern yang mempengaruhi jalannya revolusi industri itu sendiri. Kegiatan
perdagangan internasional yang memunculkan korporasi-korporasi bisnis yang
melewati batas-batas negara, berusaha memakslimalkan aktifitas mereka dalam rangka mengejar keuntungan yang
sebesar-besarnya dimanapun adanya pergerakan modal berlangsung tanpa banyak
menghiraukan dampak buruk bagi negara dimana mereka menanamkan modalnya. Contoh
klasik yang pernah dialami di Indonesia berlangsung sejak zaman kolonial ketika
VOC mulai mengeksploitasi nusantara dankemudian dilanjutkan oleh pemerintah
Hindia Belanda sampai menjelang Perang Dunia II. Pada masa sebelum Perang Dunia
II (terutama dalam tahun 1930-an), aktifitas PMN khususnya di negara-negara
jajahan mulai menurun karena situasi internal yang berlangsung di negara-negara
pusat PMN yang kebanyakan berada di Eropa Barat dan Amerika Serikat, terjadi
krisis ekonomi yang hebat. Beberapa indikator lain menunjukan adanya peningkatan
perbedaan keinginan konsumen, standar industri yang diciptakan pemerintahdalam
perdagangan internasional karena keadaan daripada perekonomian dunia yang
sedang mengalami depresi. Ciri-cirinya antara lain:
- Terdapat sistem dominasi nasional.
- Sistem dasarnya adalah desentralisasi.
- Pendirian PMN sedikit (bahkan tidak) diarhkan/dikontrol lagi oleh negara induk korporasinya.
- Model persetujuan-persetujuan ialah berbentuk mother and daughter.
Pasca Perang Dunia II, negara masih merupak aktor
yang dominan dalam hubungan internasional karena adanya atribut kedaulatan,
apalagi banyaknya berdiri negara-negara baru merdeka yang sangat nasionalistik,
paradigma yang sering tampak adalah state
centric yang dikembangkan oleh mahzab realisme. Asumsi dasar yang diajukan
oleh para penganut mahzab ini menerangkan bahwa negara yang dalam bentuk
modernnya dipandang sebagai unit politik yang paling fundamental dalam sistem
dunia (World System). Oleh sebab itu,
adalah memungkinkan untuk menganalisis secara luas politik dunia (World Politics) dalam pengertian
hubungan antar-negara (inter-state
relations).
KEBERADAAN
PMN DI NEGARA-NEGARA BERKEMBANG
Negara
berkembang seperti yang kita kenal sekarang ini adalah negara-negara yang
kebanyakan merdeka pasca Perang Dunia II. Persoalan utama yang dihadapi setelah
lepas dari kolonialisasi adalah masalah pemabangunan khususnya pembangunan
ekonomi untuk mencapai kesejahteraan dan pertumbuhan yang tinggi. Dalam
pembangunan ekonomi di negara-negara sedang berkembang, umumnya terdapat dua
pendekatan yang ditempuh para agen-agen pembangunan.
Yang pertama
adalah pendekatan ortodoks. Dalam
pelaksanaan strategi pembangunan yang dilakukan adalah mengoperasikan suatu
bentuk sistem usaha bebas, inisiatif dan pemilikan pihak swasta, dan suatu
pasar bebas yang berfungsi dalam pemerintahan yang stabil. Pendekatan ini
banyak mengadopsi konsep-konsep daripada kapitalisme klasik sebagaimana pernah
dialami oleh Eropa Barat pada saat memulai proses pembangunan menjadi
negara-negara industri baru. Beberapa negara berkembang yang menerapkan
pendekatan ortodoks ini diantaranya adalah: Brazil, Meksiko, Taiwan, Korea
Selatan, Singapura, Hongkong, dan Filipina.
Kedua,
disebut dengan pendekatan radikal. Dalam strategi pembangunan yang dilakukan,
banyak mengadopsi konsep-konsep dan pemikiran radikalis yang berasal dari
sosialisme, marxisme/komunisme atau model-model yang diperbaharui daripada Neo
Marxisme. Sementara itu ada pula konsep yang dipandang kiri (Left Concept) tanpa radikalis dengan
model jalan tengah seperti yang diterapkan beberapa negara moderat yakni
sosial-demokrat; dimana paham-paham yang diadopsi tidak sepenuhnya kapitalis
tetapi tidak pula Marxisme. Untuk konsep radikal yang diajukan pada umumnya
menganut dasar pemikiran yang banyak berlawanan dengan konsep/teori
kapitalisme; seperti usaha pemutusan hubungan dalam ikatan dengan kapitalisme
barat. Negara-negara berkembang disarankan untuk tidak menerima investasi dan
bantuan (pinjaman) luar negeri yang bersumber dari negara-negara barat.
Sebaliknya, negara-negara berkembang harus mampu mengendalikan sendiri
ekonominya. Negara berkembang harus menegakan kedaulatan para buruh atas
alat-alat produksi di dalam negeri dengan merasionalisasikan industri-industri
asing maupun domestik. Negara berkembang juga harus menjalankan program-program
pembangunannya secara merata melalui lembaga-lembaga perencanaan pusat.
Strategi pembangunan yang dijalankan harus diarahkan kepada usaha untuk
mencapai swasembada dan untuk menyingkirkan penetrasi ekonomi luar negeri.
Beberapa negara contoh yang menerapkan pembangunan model ini diantaranya
adalah: Republik Rakyat Cina (RRC), Cuba, Yugoslavia (sebelum terpecah), dan
Vietnam. Namun demikian, menjelang akhir dekade 1970-an, terjadi perombakan
reformasi dalam model pembangunan ekonomi yang dilaksanakan dimana unsur-unsur
keterbukaan semacam liberalisasi dilakukan untuk menarik investor asing dan
bantuan internasional, khususnya di Cina dan Vietnam.
Pada
pendekatan yang pertama, masuknya unsur PMN sebagai bagian daripada program
berencana pembangunan negara-negara berkembang merupakan salah satu hal yang
sangat diharapkan dan bahkan dianggap sebagai agen pembangunan. Dan sebaliknya
pada pendekatan kedua (terkecuali setelah dilakukan suatu reformasi pembangunan),
masuknya unsur PMN sangat tidak disukai karena dipandang sebagai unsur
eksploitator, dan bahkan beberapa negara tertentu yang berpaham sangat radikal,
PMN dilarang beroperasi misalnya Myanmar. Di negara seperti India yang dianggap
menerapkan sosial-demokrat atau salah satu negara contoh yang menerapkan
pendekatan campuran anatar ortodok dan radikal, kehadiran PMN justru sangat
dicurigai, tetapi sosial demokrat di Swedia, Finlandia, dan beberapa negara
Eropa Tengah, kehadiran PMN dan investor asing justru merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari perencanaan pembangungan mereka.
Kegiatan PMN
secara global banyak menimbulkan pertentangan dari negara-negara Dunia Ketiga.
Pertentangan itu terletak pada kondisi dilematis, PMN dapat bergerak dalam
meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan memaksimalkan manfaat PMN dalam bidang
sosial pada satu sisi, dan sisi lain adanya bukti ekspasionisme modal PMN
terhadap negara setempat yang banyak merugikan. Namun bagaimanapun terjadinya
pertentangan anatara PMN dengan negara penerima modal tidak selamanya
disebabkan oleh sifat ekspasionis kapital PMN, juga disebabkan oleh berbagai
kendala dan masalah yang terjadi di negara-negara penerima modal itu sendiri.
Operasi PMN di negara-negara penerima modal yang kebanyakan adalah negara
berkembang juga disesuaikan dengan kebijakan penanaman modal dari negara
bersangkutan. Tetapi adakalanya terjadi sesuatu yang paradoks diantara
keduanya, umumnya paradoks yang nampak di negara berkembang adalah dalam bentuk
kesulitan menghadapi aktifitas PMN yang secara empirik jauh memiliki kemampuan
transaksi bisnis, ketimbang negara penerima modal. Misalnya:
- Sumber modal PMN: bank-bank di negara berkembang lebih menyukai memberikan pinjaman atau berbagai fasilitas kredit maupun garansi bank kepada perusahaan besar dan bonafid yang memiliki kegiatan luas seperti PMN dibanding harus memberikan kredit kepada perusahaan lokal yang tidak memiliki aset internasional.
- Akibat pemanfaatan teknologi: pengunaan teknologi maju/modern yang diimpor dari negara-negara maju ataupun asal PMN diharapkan oleh negara berkembang dapat memodernisasi mereka sehingga dapat mempersempit kesejangan teknologi antara negara maju dan berkembang. Namun pada kenyataannya terdapat conflict of interest dalam pertentangan transfer teknologi. Posisi PMN dalam kenyataan ini juga lebih kuat dibanding negara berkembang.
- Akibat iklan pemasran PMN: salah satu usaha PMN untuk menguasai pasar domestik adalah dengan jalan pemasangan iklan yang mendominasi sarana tersebut bagi perusahaan lokal, terdapat konsekuensi negatf dalam hal ini, diantaranya: mengalihkan urusan prioritas konsumen, dan juga mengembangkan imperialisme gaya hidup borjuasi konsumtif atau sekurang-kurangnya infiltrasi kebudayaan setempat, yang memberikan suatu ego massa terhadap adanya semacam ketidakpuasan pada kebutuhan berbagai produk yang ditawarkan pasar.
- Kekuatan mengawasi sumber: kekuatan yang dimiliki PMN terletak pada kemampuannya untuk mengawasi sumber-sumber yang mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya meluas ke seluruh dunia. Oleh karena itu PMN selalu berusaha untuk mencapai global factory, global money market, global shopping centre.
POLA
HUBUNGAN DAN PENGAWASAN NEGARA ATAS PERUSAHAAN MULTINASIONAL (PMN)
Bentuk
hubungan antara MNC dengan pemerintah negara penerima modal yang umumnya
terdiri dari negara sedang membangun dapat dicermati dalam tiga bentuk corak
pola hubungan:
- Pertama, hubungan ketergantungan, hegemoni, dan kepemimpinan yang memberikan keuntungan terbesar bagi PMN. Dalam hubungan ini, terdapat beberapa unsur yang mengikutinya, antara lain:
- Keterikatan negara penerima modal terhadap PMN yang berlebihan.
- Memiliki posisi tawar yang lemah.
- Integritas atas proteksi yuridis formal yang kurang memadai.
- Kapabilitas modal dan teknologi yang lemah.
- Kebutuhan akan pemenuhan produksi barang yang sangat tinggi.
- Kedudukan negara yang berstatus terbelakang, miskin, wilayah pinggiran.
- Kedua, hubungan saling ketergantungan, kesederajatan, dan akomodatif yang dianggap sama-sama menguntungkan antara PMN dan negara penerima modal. Dalam hubungan ini terdapat beberapa unsur yang mengikutinya, antara lain:
- Keterikatan yang longgar diantara PMN dan negara penerima modal.
- Memiliki posisi tawar yang cukup memadai.
- Integritas atas proteksi yuridis formal yang kuat.
- Memiliki potensi kapabilitas yang kuat dalam banyak aspek.
- Kebutuhan produksi dan kemampuan pendistribusian yang seimbang dengan tingkat yang diperlukan masyarakat.
- Kedudukan negara yang berstatus sedang membangun atau bahkan negara industri baru atau suatu wilayah semi maupun transisi pusat dan pinggiran.
- Ketiga, bentuk hubungan penolakan, pertentangan, atau konflik. Pola hubungan ini biasanya terjadi sebagai akibat ketidakselarasan (ketidakharmonisan) yang berlangsung dari adanya kerja sama yang terjadi dari hubungan pertama, dan kedua. Indikatornya antara lain ialah:
- Keterikatan kuat berubah menjadi keterikatan longgar.
- Keterikatan longgar berubah menjadi leadership.
- Integritas yuridis formal yang interventif dan proteksionisme berlebihan.
- Hegemonisme PMN yang melanggar norma-norma kultural dan politik.
- Ketidaksepahaman atas berbagai kepentingan masing-masing secara kontemporer.
- Antiklimaks pola hubungan akibat situasi domestik negara penerima modal yang mengalami perubahan besar (revolusi, transformasi/ reformasi sistemik).
Dari ketiga
bentuk corak pola hubungan yang dicerminkan oleh beberapa unit analisisnya
tersebut, maka hubungan kesederajatan adalah yang palin dikehendaki oleh negara
penerima modal, karena adanya keseimbangan kepentingan. Namun hal ini juga
banyak bergantung kepada proses terjadinya hubungan-hubungan yang berlangsung
ataupun asal-usul penerimaan modal asing, cara-cara kontrak kerja sama dan
persoalan kemampuan negara bersangkutan melakukan pengawasan atas tindak-tanduk
PMN dalam aktivitas mereka melakukan produksi, distribusi dan sistem sirkulasi
keuangan (modal) termasuk kemungkinan-kemungkinan terjadinya pelarian modal ke
luar (capital flight) yang dapat merugikan kepentingan negara.
WAJAH
PEREKONOMIAN INDONESIA
Di ujung tahun 2012, yang sebentar lagi akan
menuju tahun baru 2013, tentu saja banyak sektor yang harus dipikirkan dan
dikembangkan lagi di Indonesia. Salah satu sektor yang sangat penting untuk
dikembangkan adalah sektor pertanian. Ini dikatakan langsung oleh Presiden Republik
Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono pada pidatonya dalam acara HIPMI ECONOMIC
OUTLOOK 2013, Rabu 12 Desember 2012. “Pada tahun 2013 nanti, berdasarkan
rencana, kenaikan ekonomi di Indonesia dianggarkan naik 6,7%”, kata Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono. “Memang sangat ambisius, jika ingin mencapai kenaikan
ekonomi sebesar 6,7%, tapi ini harus diusahakan dan harus diperbincangkan oleh
petinggi-petinggi pemerintahan, karena beberapa faktor”, tambahnya.
Beban yang berat di bidang ekonomi juga ditanggung
oleh Indonesia di tingkat ASEAN. Karena sesuai dengan konferensi ASEAN Economic
Comunity yang telah disepakati oleh seluruh negara di ASEAN sebelumnya bahwa
ekonomi di ASEAN tahun 2015 nanti akan segera diintegrasi. Ini artinya tinggal
3 tahun lagi Indonesia harus bersiap-siap untuk integrasi ekonomi di ASEAN yang
telah disepakati sebelumnya, dan Indonesia pun wajib siap. “Memang, sesuai
kesepakatan ASEAN Economic Comunity bahwa tahun 2015 nanti ekonomi di ASEAN
akan diintegrasi, dan bukan pada bulan Januari, tetapi pada Desember 2015
nanti. Artinya kita masih memiliki 3 tahun lagi untuk mempersiapkan semua ini”,
kata Presiden RI dalam pidatonya. Selain itu ia juga menambahkan, beban yang
dimiliki Indonesia tidaklah hanya itu, karena pada tahun 2015 nanti Indonesia
lah yang menjadi tuan rumahnya, tepatnya di Bali. Ini merupakan kewajiban
Indonesia untuk benar-benar harus siap nantinya, dan disamping akan
mempertimbangkan ekonomi di Indonesia, ini juga menyangkut tentang harga diri
Indonesia. “Negara kita yang masuk D20, sedangkan negara-negara ASEAN lainnya
yang ekonominya masih di bawah kita seperti Laos, Kamboja dan lainnya sudah
siap akan integrasi ekonomi ASEAN nantinya, sementara kita masih harus
dipersiapkan. Persiapan ini haruslah benar-benar matang, karena ini menyangkut
harga diri kita”, tegas Susilo Bambang Yudhoyono.
ANCAMAN
DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBAL
Hal lain yang diungkapkan SBY,
mengingat janji para petinggi pemerintahan dan petinggi daerah mengenai
pemerataan ekonomi di Indonesia, SBY pun mempunyai kiat tersendiri. Dan ini
mengenai salah satu hal utama yang harus diperhatikan terhadap pemerataan
ekonomi di Indonesia. Tentang pengusaha-pengusaha yang masih muda, dan pemula
serta pengusaha daerah, ini harus didukung dan ditingkatkan, agar nantinya
pengusaha-pengusaha ini juga mendapat bantuan dan dukungan dalam usahanya. SBY
pun meminta agar para pengusaha-pengusaha sukses dan para petinggi daerah
seperti Gubernur dan Bupati lah yang patut membantu pengusaha-pengusaha muda
dan pemula di Indonesia, sehingga sesuai janji akan pemerataan dari
pemerintahan bisa tercapai dan ekonomi di Indonesia semakin baik.
Inilah pidato Presiden Republik Indonesia dalam acara HIPMI Economic Outlook 2013, yang memaparkan bahwa sektor ekonomi di Indonesia menjadi sorotan utama terhadap perkembangan Indonesia di tahun-tahun mendatang. Sehingga sungguh terlihat bahwa totalitas ekonomi di Indonesia yang diungkapkan secara langsung oleh SBY, Presiden Republik Indonesia. ketahan nasional adalah merupakan suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas ketangguhan serta keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala macam dan bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun luar, secara langsung maupun yang tidak langsung yang mengancam dan membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional.
Inilah pidato Presiden Republik Indonesia dalam acara HIPMI Economic Outlook 2013, yang memaparkan bahwa sektor ekonomi di Indonesia menjadi sorotan utama terhadap perkembangan Indonesia di tahun-tahun mendatang. Sehingga sungguh terlihat bahwa totalitas ekonomi di Indonesia yang diungkapkan secara langsung oleh SBY, Presiden Republik Indonesia. ketahan nasional adalah merupakan suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas ketangguhan serta keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala macam dan bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun luar, secara langsung maupun yang tidak langsung yang mengancam dan membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional.
Di jaman Era Globalisasi ini segala sesuatu aspek
kehidupan yang ada bersaing begitu ketatnya,dari mulai aspek ekonomi, politik,
sosial budaya, pendidikan dan lain-lain.
Seperti yang kita ketahui era globalisasi itu ditandai dengan adanya perdagangan bebas dimana produk dari suatu negara dengan bebas dapat masuk dan di perjualbelikan di negara lain. Kenyataan itu tentu menimbulkan tantangan bagi semua negara untuk mampu bersaing dalam meningkatkan kualitas produk industrinya, bangsa Indonesia juga tidak terlepas dari tantangan itu.
Seperti yang kita ketahui era globalisasi itu ditandai dengan adanya perdagangan bebas dimana produk dari suatu negara dengan bebas dapat masuk dan di perjualbelikan di negara lain. Kenyataan itu tentu menimbulkan tantangan bagi semua negara untuk mampu bersaing dalam meningkatkan kualitas produk industrinya, bangsa Indonesia juga tidak terlepas dari tantangan itu.
Untuk mampu bersaing dengan negara lain. Tapi sayang
sekali hal ini tidak didukung oleh sebagian masyarakat Indonesia, karena pada
dasarnya mereka lebih tertarik terhadap produk impor yang menurut mereka
berkualitas dan tentu saja mempunyai nilai prestise. Dari hal ini juga bisa
kita lihat betapa minimnya identitas perekonomian mengenai perdagangan.
Padahal produk buatan Indonesia pun juga bisa bersaing dengan produk Luar negeri. Walaupun terkadang sangat disayangkan sekali beberapa produk yang kita buat merupak produk hasil contekan dengan produk luar negeri. Karena hal ini pun juga didukung dengan keinginan masyarakat Indonesia yang ingin mempunyai produk import tersebut dengan harga yang lebih murah.
Padahal produk buatan Indonesia pun juga bisa bersaing dengan produk Luar negeri. Walaupun terkadang sangat disayangkan sekali beberapa produk yang kita buat merupak produk hasil contekan dengan produk luar negeri. Karena hal ini pun juga didukung dengan keinginan masyarakat Indonesia yang ingin mempunyai produk import tersebut dengan harga yang lebih murah.
Hal ini memang sangatlah memprihatinkan dimana
masyarakat masih belum mempercayai ku
alitas
produk Indonesia karena kurangnya pemahaman kita terhadap ketahanan nasional.
Padahal jika kita sering membeli produk impor sama saja seperti kita mengasih
“makan”untuk orang luar negeri. Sedangkan negara kita saja masih banyak sekali
yang harus dibantu dibandingkan dengan mereka yang dominannya merupakan negara
maju.
Jadi, mulai dari sekarang mari kita wujudkan ketahanan nasional dari kuatnya ketahanan nasional dengan menjaga identitas sosial. Hal ini dapat kita mulai dari hal-hal sederhana yang kita bisa lakukan sehari-hari, seperti berbicara bahasa Indonesia yang baik dengan benar. Agar bisa menjauhkan kita dari efek negatif era globalisasi yang bisa menggoyahkan Ketahanan Nasional
Jadi, mulai dari sekarang mari kita wujudkan ketahanan nasional dari kuatnya ketahanan nasional dengan menjaga identitas sosial. Hal ini dapat kita mulai dari hal-hal sederhana yang kita bisa lakukan sehari-hari, seperti berbicara bahasa Indonesia yang baik dengan benar. Agar bisa menjauhkan kita dari efek negatif era globalisasi yang bisa menggoyahkan Ketahanan Nasional
Ketahanan Nasional dan Perlunya Pemuda Tampil
Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas ketangguhan serta keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala macam dan bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun luar, secara langsung maupun yang tidak langsung yang mengancam dan membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional. Bentuk-bentuk ancaman tersebut menurut doktrin Hankamnas (catur dharma eka karma) adalah [1] ancaman di dalam negeri, misalnya pemeberontakan dan subversi yang berasal atau terbentuk dari masyarakat Indonesia.
Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas ketangguhan serta keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala macam dan bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun luar, secara langsung maupun yang tidak langsung yang mengancam dan membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional. Bentuk-bentuk ancaman tersebut menurut doktrin Hankamnas (catur dharma eka karma) adalah [1] ancaman di dalam negeri, misalnya pemeberontakan dan subversi yang berasal atau terbentuk dari masyarakat Indonesia.
ancaman dari luar negeri, seperti infiltrasi, subversi
dan intervensi dari kekuatan kolonialisme dan imperialisme serta invasi dari
darat, udara dan laut oleh musuh dari luar negeri.
Melihat berbagai tantangan tersebut, seluruh elemen bangsa seperti pemerintah, masyarakat, generasi tua, wanita, pemuda dan sebagainya, memiliki peranan vital di masing-masing bidangnya. Namun, pemuda yang memiliki batasan produktif dalam berkarya, memiliki posisi yang penting. Dalam konstruksi pemuda, posisi generasi muda lebih sebagai subjek dibanding sebagai obyek dan pada tingkat tertentu berperan secara lebih aktif, produktif dalam membangun jati diri secara bertanggung jawab dan efektif. Artinya, kalaupun masih banyak pemuda yang berposisi sebagai obyek pembangunan, maka harus terjadi perubahan paradigma, sehingga posisi mereka sebagai obyek bisa berubah dengan pemberdayaan diri dan kesadaran berkarya.
Melihat berbagai tantangan tersebut, seluruh elemen bangsa seperti pemerintah, masyarakat, generasi tua, wanita, pemuda dan sebagainya, memiliki peranan vital di masing-masing bidangnya. Namun, pemuda yang memiliki batasan produktif dalam berkarya, memiliki posisi yang penting. Dalam konstruksi pemuda, posisi generasi muda lebih sebagai subjek dibanding sebagai obyek dan pada tingkat tertentu berperan secara lebih aktif, produktif dalam membangun jati diri secara bertanggung jawab dan efektif. Artinya, kalaupun masih banyak pemuda yang berposisi sebagai obyek pembangunan, maka harus terjadi perubahan paradigma, sehingga posisi mereka sebagai obyek bisa berubah dengan pemberdayaan diri dan kesadaran berkarya.
Dengan demikian, pemuda tidak hanya memiliki tantangan
terhadap dirinya sendiri, yaitu melihat dirinya sebagai obyek pembangunan,
tetapi tantangan luar yang menghampiri seluruh bangsa. Kesadaran untuk menjadi
subyek sangat perlu dihayati bahwa solusi pengangguran dan berbagai problem
pemuda lainnya, bisa diselesaikan oleh mereka sendiri. Kemampuan menyelesaikan
problem obyektif yang ada diharapkan mampu mengantarkan pemuda untuk tampil
menghadapi tantangan yang lebih luas lagi.
Contoh kasus :
Peranan Generasi Muda dalam
Ketahanan Nasional
Globalisasi menjadikan masa depan yang dihadapi penuh
ketidakpastian, perubahan adalah sesuatu yang tak bisa dihindarkan, bahkan
cenderung berkembang menjadi suatu gejala baru yang penuh dengan kontradiksi,
konflik maupun pembalikan arah, sehingga membuat hari depan akan penuh dengan
kejutan.
Trend utama globalisasi dan aspek srtategis lainnya
yang berlangsung pada awal abad-21 masih berkisar pada demokrasi,
individualisme, HAM, lingkungan hidup, revolusi bidang informasi, liberalisasi
perdagangan dan pergeseran perimbangan kekuatan dunia. Di satu sisi, lingkungan
strategis tersebut membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia, sehingga
menjadikannya sebagai peluang. Sedangkan di sisi lain, ada pula dampak
negatifnya, sehingga menjadikannya sebuah tantangan bagi pemerintah. Tiap
negara, termasuk Indonesia, harus memiliki ketahanan dalam menghadapi setiap
perubahan. Karena suatu bangsa yang memiliki tingkat ketahanan nasional yang
tinggi akan mampu mencapai apa yang dicita-citakan.
Masalah ketahanan nasional ini, peran pemuda tak bisa
dilepaskan. Pemuda yang kuat, berdaya, dan berdaya saing tentunya akan menjadi
modal utama ketahanan nasional. Pemuda sebagai bagian dari potensi pembangunan
perlu diberdayakan agar mampu berkiprah dalam pembangunan dan menghadapi
tantangan global.
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&dn=20070525075833
Sumber :
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&dn=20070525075833